A.
Pendahuluan
a.
Latar Belakang
Masalah
Proses
pemerolehan bahasa pada anak-anak merupakan satu hal yang perlu diteliti lebih
mendalam. Bagaimana manusia memperoleh bahasa merupakan satu masalah yang amat
mengagumkan dan sukar dibuktikan. Berbagai teori dari bidang disiplin yang
berbeda telah dikemukakan oleh para pengkaji untuk menerangkan bagaimana proses
ini berlaku dalam kalangan anak-anak. Memang diakui bahwa disadari ataupun
tidak, sistem-sistem linguistik dikuasai dengan pantas oleh individu
kanak-kanak walaupun umumnya tidak dalam pengajaran formal.
Proses
pemerolehan bahasa merupakan suatu hal yang kontroversial antara para ahli bahasa.
Permasalahan yang diperdebatan antara para ahli adalah pemerolehan bahasa yang
bersifat nuture dan nature (Dardjowidjojo, 2000:235). Ahli
bahasa yang menganut aliran behaviorisme mengatakan bahwa pemerolehan bahasa
bersifat nurture, yakni pemerolehan ditentukan oleh alam lingkungan.
Ahli bahasa lain mengatakan manusia dilahirkan dengan suatu tabula rasa, yakni semacam
piring kosong tanpa apapun. Piring tersebut kemudian diisi oleh alam termasuk
bahasanya.
Pengetahuan
yang cukup tentang proses dan hakikat pemerolehan bahasa akan membantu
menentukan keberhasilan dalam bidang pengajaran bahasa. Pemerolehan bahasa
pertama ialah bahasa yang pertama kali dikuasai oleh anak yang biasa disebut
bahasa ibu. Setiap anak yang normal pada usia di bawah lima tahun dapat
berkomunikasi dalam bahasa yang digunakan di lingkungannya, walaupun tanpa
pembelajaran formal. Penguasaan
atau perkembangan bahasa anak diperoleh secara bertahap.
Salah
satu perkembangan bahasa yang khas dialami anak adalah perkembangan sintaksis.
Pada periode awal anak menggunakan kalimat satu kata, kalimat dua kata, kalimat
tiga kata, dan seterusnya sampai tahap kalimat lengkap strukturnya (agent-action-object-location).
Jumlah elemen yang mengandung arti dalam kalimat yang diucapkan anak dapat
dapat diukur dengan Mean Length of Utterance (MLU). MLU
merupakan satu konsep yang digunakan untuk mengukur produk linguistik yang
dihasilkan oleh seseorang anak. Secara umum, penghitungan MLU dilakukan
dengan membagi bilangan morfem dengan bilangan ujaran. Artinya, jumlah bilangan
ujaran yang diperlukan ialah 50 atau 100 ujaran utama anak. Semakin tinggi MLU
anak maka semakin tinggilah penguasaan berbahasa anak tersebut.
Berdasarkan permasalahan di atas, penulis tertarik untuk
melakukan penelitian MLU pada anak balita yang berusia 2 tahun 1 bulan. Penulis
menuangkannya dalam judul penelitian “Mean
Length of Utterance (MLU) pada Anak Berusia 2 Tahun 1 Bulan.”
b.
Rumusan Masalah
Berdasarakan latar belakang di atas, penulis membuat
rumusan masaah sebagai berikut.
1. Berapakah
panjang rata-rata ucapan anak usia 2 tahun
1 bulan?
2. Apakah
panjang rata-rata tuturan anak tersebut
telah sesuai dengan usianya?
c. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini
memiliki tujuan sebagai berikut.
1.
Untuk
mendeskripsikan panjang rata-rata ucapan anak usia 2 tahun 1 bulan.
2.
Untuk mengetahui kesesuaian panjang rata-rata tuturan anak
tersebut dengan usianya.
B.
Kajian Teori
a.
Pemerolehan Bahasa
Brookes
(dalam Yusoff, 1995: 456) mengatakan bahwa pemerolehan bahasa dalam bentuk yang
paling sederhana bagi setiap bayi bermula pada waktu bayi itu berumur lebih
kurang 18 bulan dan mencapai bentuk yang hampir sempurna ketika berumur lebih
kurang empat tahun. Menurut Simanjuntak (1982: 12) pemerolehan bahasa bermaksud
penguasaan bahasa oleh seseorang secara tidak langsung dan dikatakan aktif
berlaku dalam kalangan anak-anak dalam lingkungan umur 2-6 tahun.
Pemerolehan bahasa merupakan
suatu proses perkembangan bahasa manusia. Kanak-kanak sejak lahir telah diberi
kemampuan untuk memperoleh bahasanya. Pemerolehan bahasa ini dipengaruhi pula
oleh interaksi sosial dan perkembangan kognitif anak. Kemampuan berbahasa
seseorang diperoleh melalui sebuah proses sehingga perlu ada
pendekatan-pendekatan tertentu di dalamnya (Yanti, 2013: 1). Proses pemerolehan bahasa merupakan suatu hal yang
kontroversial antara para ahli bahasa.
Permasalahan yang diperdebatan antara para ahli adalah pemerolehan bahasa yang
bersifat nuture dan nature
(Dardjowidjojo,
2010: 235). ). Ahli bahasa yang menganut aliran
behaviorisme mengatakan bahwa pemerolehan bahasa bersifat nurture, yakni
pemerolehan ditentukan oleh alam lingkungan. Ahli bahasa lain mengatakan
manusia dilahirkan dengan suatu tabula rasa, yakni semacam piring kosong tanpa
apa pun. Piring tersebut kemudian diisi oleh alam termasuk bahasany
Dari
beberapa pendapat tentang pemerolehan bahasa tersebut, dapat disimpulkan bahwa
pemerolehan bahasa merupakan sebuah proses bagaimana bahasa diperoleh anak-anak
dengan kemampuan kognitif dan afektif yang dia
miliki untuk mewujudkan bahasa sebagai bentuk komunikasi verbal, sehingga anak dapat diterima oleh lingkungan
dimana dia berada.
b.
Perkembangan
Sintaksis
Pemerolehan sintaksis pada
anak-anak dimulai pada usia kurang dari 2:0 tahun. Pada usia tersebut anak
sudah bisa menyusun kalimat dua kata atau lebih two word utterance ‘Ujaran
Dua Kata’ (UDK). Anak mulai dengan dua kata yang diselingi jeda sehingga
seolah-olah dua kata itu terpisah. Dengan adanya dua kata dalam UDK maka orang
dewasa dapat lebih bisa menerka apa yang dimaksud oleh anak karena cakupan
makna menjadi lebih terbatas. UDK sintaksisnya lebih kompleks dan semantiknya juga
semakin jelas (Dardjowidjojo, 2010:248). Ciri lain dari UDK adalah kedua kata
tersebut adalah kata-kata dari kategori utama, yaitu nomina, verba, adjektiva,
dan adverbia.
Menurut Brown (dalam Dardjowidjojo,
2010:249) anak usia 2;0 telah menguasai hubungan kasus-kasus dan
operasi-operasi seperti pelaku-perbuatan (FN-FV), pelaku-objek (FN-FN),
perbuatan-objek (FV-FN), perbuatan-lokasi (FV-FAdv), pemilik-dimiliki (FN-FV),
objek-lokasi (FN-FAdv), atribut-entitas, nominative, minta ulang, tak-ada lagi.
Walaupun, maknanya sudah jelas tetapi setiap ujaran anak harus disesuaikan
dengan konteksnya.
c.
Mean Length of Utterance (MLU)
MLU adalah
rata-rata jumlah morfem yang dihasilkan anak untuk setiap tuturannya. MLU
digunakan untuk mengukur perkembangan sintaktik anak. Semakin tinggi
perkembangan pemerolehan bahasanya, semakin besar pula jumlah morfem yang bisa
dihasilkan anak dalam satu kali ujaran. Hal ini sejalan dengan perkembangan
sintaktik anak yang terjadi secara bertahap (gradual), dari yang tadinya
hanya terdiri dari dua kata (telegraphic speech), terus hingga semakin
mendekati kompetensi yang dimiliki orang dewasa.
MLU
merupakan pengukur untuk perkembangan sintaksis anak. Menurut Brown (dalam
Dardjowidjojo, 2000:241) cara menghitung MLU dapat dilakukan dengan
beberapa langkah, pertama mengambil sampel sebanyak 100 ujaran. Kedua,
menghitung jumlah morfemnya. Ketiga, membagi jumlah morfem dengan jumlah
ujaran, seperti pada rumus berikut.
MLU
=
Brown
(dalam Kridalaksana, 2005) membagi tahap pemerolehan bahasa anak
berdasarkan
MLU anak menjadi sepuluh tahap, yaitu :
1.
Tahap I MLU (1—1,5) pada usia 12—22 bulan
2.
Tahap II MLU (1,5—2,0) pada usia 22—28 bulan
3.
Tahap III MLU (2,0—2,25) pada usia 27-28 bulan
4.
Tahap IV MLU (2,25—2,5) pada usia 28—30 bulan
5.
Tahap V MLU (2,5—2,75) pada usia 31—32 bulan
6.
Tahap VI MLU (2,75—30,0) pada bulan biasa 33—34 tahun
7.
Tahap VII MLU (3,0—3,5) pada usai 35—39 bulan
8.
Tahap VIII MLU (3,5—3,45) pada usia 38—40 bulan
9.
Tahap IX MLU (3,5—3,45) pada usia 41-46 duluan
10. Tahap X MLU (45+) pada usia +47 bulan
C.
Pembahasan
a.
Profil Responden
Anak perempuan berusia 2 tahun 1 bulan ini bernama
lengkap Syifa Siti Warohmah yang biasa dipanggil Syifa. Syifa lahir di Garut, pada
tanggal 22 Februari 2013.
Syifa adalah anak ke empat dari pasangan Endang Jamaludin (43 tahun) dan
Susanti (40 tahun) yang bertempat
tinggal di kp. Babakan Reungas Desa Sukaratu Kecamatan Banyuresmi Kabupaten
Garut. Latar belakang pendidikan kedua orang
tuanya lulusan SMP dan berprofesi sebagai pedagang kaki lima.
Bahasa yang digunakan Syifa adalah Bahasa Sunda.
Bahasa tersebut adalah bahasa ibunya (bahasa pertama). Syifa
sering kali ditinggal oleh kedua orang tuanya untuk berdagang sehingga ia lebih
banyak bermain dengan kakaknya. Meskipun
belum bersekolah, dalam kesehariannya syifa cukup
terampil dalam berbicara dan mudah
menangkap atau menirukan kata-kata yang digunakan oleh orang-orang di
sekelilingnya.
b.
Deskripsi dan
Analisis Data
Penelitian ini menggunakan
metode deskriptif untuk mendeskripsikan panjang rata-rata ujaran anak (MLU) pada
usia 2 tahun 1 bulan. Data dikumpulkan melalui perekam suara handphone. Bahasa yang digunakan oleh
anak tersebut adalah bahasa Sunda yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
kemudian ditranskripsikan ke dalam bentuk tulisan. Data tersebut diseskripsikan
sebagai berikut.
No.
|
Ujaran
|
∑ Ujaran
|
∑ Morfem
|
|
Eumh keya
(eumh sebentar)
|
1
|
2
|
|
Keya dieu
(eumh sini)
|
1
|
2
|
|
Keya/ dieu
(sebentar/sini)
|
2
|
2
|
|
Ah
|
1
|
1
|
|
Keya nenen hela is/tah
(sebentar nenen dulu/is)
|
2
|
5
|
|
Ieu
(ini)
|
1
|
1
|
|
Ieu tayi tayi/ ieu tayi tayi
(ini kali kali/ini kali kali)
|
2
|
6
|
|
Dapan
(delapan)
|
1
|
1
|
|
Dua/ empat/ koyong/ bapa/ bebek
(dua/ empat/ kolong/ bapak/ bebek)
|
5
|
5
|
|
Ieu teh/ empat teh/ tayangna
(ini teh/ empat teh/ sarangnya)
|
3
|
6
|
|
Cayik/ cape
(duduk/ cape)
|
2
|
2
|
|
Heemh
(iya)
|
1
|
1
|
|
Jayan
(jalan)
|
1
|
1
|
|
Di ditu tuh di jayan
(di sana tuh di jalan)
|
1
|
5
|
|
di jayan
(di jalan)
|
1
|
2
|
|
di jayan
(di jalan
|
1
|
2
|
|
Aya
(ada)
|
1
|
1
|
|
Ayung ahah/ hahah/ hahahah
(warung/ihah/ihah/hahahah)
|
3
|
4
|
|
Mamah
|
1
|
1
|
|
Itu di yuhun mamahna
(itu di atas mamahnya)
|
1
|
5
|
|
Keur cayam mamah/ cape
(lagi salam mamah/ cape)
|
2
|
4
|
|
Heemh
(iya)
|
1
|
1
|
|
Ka gayut/ di ditu
(ke Garut/ di sana)
|
2
|
4
|
|
Ek tasan
(mau ke pasar)
|
1
|
2
|
|
Dede tasan heuya
(dede ke pasar dulu)
|
1
|
3
|
|
Naek toton teh
(naek motor teh)
|
1
|
3
|
|
Toton
(motor)
|
1
|
1
|
|
Keya/ keya
(sebentar/sebentar)
|
2
|
2
|
|
Entos
(udah)
|
1
|
1
|
|
Dubin
(mobil)
|
1
|
1
|
|
Dubin ageung iyeu
(mobil gede ini)
|
1
|
3
|
|
Aji / heemh iyeu
(aji/ iya ini)
|
2
|
3
|
|
Yeuh aya atuna tuh
(nih ada sepatunya tuh)
|
1
|
5
|
|
Heemh
(iya)
|
1
|
1
|
|
Heemh
(iya)
|
1
|
1
|
|
Eweuh atu di jayanna / euweuh
(gaka ada sepatu di jalannya/ gak ada)
|
2
|
6
|
|
Eweuh daya daya daya/ caci caci cacian eweuh
(gak ada maya maya maya/ kaos kaki kaos kai kaos kaki
gak ada)
|
2
|
9
|
|
Di jayan keneh
( masih di jalan)
|
1
|
3
|
|
Aya
(ada)
|
1
|
1
|
|
Ubin di yuhun
(mobil di luhur)
|
1
|
3
|
|
Udang ana?/udang?
(sendal mana?/sendal?)
|
2
|
3
|
|
Lain (bukan)
|
1
|
1
|
|
Teteh ateun/ teh
(teteh antar teh)
|
2
|
3
|
|
Ateun
(antar)
|
1
|
1
|
|
Heemh (iya)
|
1
|
1
|
|
Jayan (jalan)
|
1
|
1
|
|
Tatu (sepatu)
|
1
|
1
|
|
Tatu nana?
(sepatu mana?)
|
1
|
2
|
|
Tau ayus
(sepatu bagus)
|
1
|
2
|
|
Jayan keneh
ieunya
(masih di jalan ininya)
|
1
|
4
|
|
Heemh (iya)
|
1
|
1
|
|
Yu is
|
1
|
2
|
|
Teteh hayu teh
|
1
|
3
|
|
Heemh
(iya)
|
1
|
1
|
|
Keuya
(sebentar)
|
1
|
1
|
|
Aya di duyu
(aya di juru)
|
1
|
3
|
|
Di duyu
(di juru)
|
1
|
2
|
|
Heemh
(iya)
|
1
|
1
|
|
Aging ana? /aging?
(daging mana? Daging?)
|
2
|
3
|
|
Tos (udah)
|
1
|
1
|
|
Di ditu mimimah emam
(di sana mimimah makan)
|
1
|
4
|
|
Heemh
(iya)
|
1
|
1
|
|
Jeung daging
(sama daging)
|
1
|
2
|
|
Euweuh daging di ditu
(gak ada daging di sana)
|
1
|
4
|
|
Moan
(moal)
|
1
|
1
|
|
Kanana/ mimimah
(kemana mimimah)
|
2
|
3
|
|
Teteh keya
(teteh sebentar)
|
1
|
2
|
|
Iyeu cayam cayam
(ini salam salam)
|
1
|
3
|
|
Teh iyeu cayam
(teh ini salam)
|
1
|
3
|
|
Cayam di dieu hiji
(salam di sini satu)
|
1
|
4
|
|
Teh cayam
(teh salam)
|
1
|
2
|
|
Mimimah
|
1
|
1
|
|
Heemh
(iya)
|
1
|
1
|
|
Moan
(moal)
|
1
|
1
|
|
Tiyis teh
(dingin teh)
|
1
|
2
|
|
Tiyis/ heemh hujan
(dingin/ iya hujan)
|
2
|
3
|
|
Iyeu udang
(ini sandal)
|
1
|
2
|
|
Mimimah
|
1
|
1
|
Jumlah
|
∑ 100
|
∑ 189
|
Setelah semua ujaran dianalisis
untuk menghitung MLU, ujaran tersebut dijumlahkan berdasarkan jumlah ujaran dan
jumlah morfem. Setelah dijumlahkan digunakan rumus sebagai berikut.
MLU
= = = 1,89
Responden yang bernama Syifa berada
pada tahap II MLU (1,5—2,0) Pada usia 22-28 bulan. Hal ini menunjukkan bahwa MLU
responden yang berusia 2 tahun 1 bulan (MLU 1,89) termasuk normal yaitu
berkisar 1,5—2,0
Berdasarkan
analisis diatas, Syifa mempunyai kesulitan dalam melafalkan huruf “r” seperti
pada kata “yuhun(luhur)”, kesulitan
melafalkan huruf “s” seperti pada kata “cayam
(salam)” dan kesulitan melafalkan huruf “l” seperti pada “jayan
(jalan)”. Perkembangan artikulasi Syifa masih belum sempurna dikarenakan ia masih
dalam tahap perkembangan di usia 2 tahun 1 bulan. Syifa sering kali
mengulang-ulang ujarannya dan menggunakan kosakata yang kerap digunakan oleh
lingkungan di sekelilingnya terutama keluarga, ini menunjukkan bahwa lingkungan
mempengaruhi perkembangan bahasa anak.
D.
Penutup
a. Simpulan
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa panjang rata-rata
Syifa yang berusia 2 tahun 1 bulan mencapai indeks 1,89. Panjang rata-rata 1,89
tersebut telah sesuai dengan usianya yang berada pada tahap II MLU (1,5—2,0) Pada usia 22-28 bulan.
b. Saran
Lingkungan sangat berpengaruh terhadap perkembangan
bahasa anak. Untuk menunjang dan mengoptimalkan perkembangan bahasa anak
sebaiknya orang tua mengajarkan anaknya berbicara sejak dini agar anak tersebut
mudah dalam mempelajari bahasa dan terampil dalam menggunakan bahasa. apabila
seorang anak dibiarkan dan tidak pernah diajak untuk berkomunikasi kemungkinan anak
tersebut akan cendrung pasif dan sulit berkomunikasi .
DAFTAR PUSTAKA
Chaer,
Abdul. 2003. Psikolinguistik Kajian Teoritik. Jakarta: Rineka Cipta.
Dardjowidjojo, Soenjono.2010.
Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Obor.
Werdiningsih, Dyah. 2002. Dasar-dasar Psikolinguistik. Bandung:
Angkasa.
Ismawati, Heni. 2013. Pemerolehan
Bahasa Pertama. [online]: http://haniisma.blogspot.com/2013/12/kumpulan-puisi.html. Rabu,08 April 2015.
Elistia, Inong. Pemerolehan Bahaa Anak (Kajian Mean Length Of Utterance (MLU) Pada Anak Usia 3 Tahun 8 Bulan). [online]: Http://Bintangkecilungu.Wordpress.Com/2011/06/13/Pemerolehan-Bahasa-Anak-Kajian-Mean-Length-Of-Utterance-Mlu-Pada-Anak-Usia-3-Tahun-8-Bulan. Rabu,08 April 2015.